Dengan hanya 4 orang DPD di setiap daerah, artinya satu anggota DPD dibiayai Rp7,5 miliar.
VIVAnews - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan efektivitas kantor Dewan Perwakilan Daerah yang direncanakan dibangun pada setiap provinsi. Proyek tersebut bakal menghabiskan dana negara sekitar Rp990 miliar.
Wakil Koordinator ICW Adnan Topan Husodo berpendapat, sebagian besar waktu anggota DPD--yang berjumlah empat orang dari masing-masing daerah-- adalah di Jakarta. Belum lagi nilainya yang besar, Rp 30 miliar untuk setiap provinsi.
Dengan hanya empat orang DPD di setiap daerah, itu artinya satu orang anggota DPD dibiayai sekitar Rp 7,5 miliar untuk jatah kantor baru. "Kalau memang tidak terlalu urgen, jangan koruptif pikirannya. Harus ini, harus itu. Nanti akan memicu kemarahan publik dan itu berbahaya," Adnan mengingatkan.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua DPD La Ode Ida. "Bangunan yang mewah akan percuma bila tidak dapat menjembatani komunikasi fisik ataupun nonfisik antara DPD dengan konstituen di daerah," ujar dia.
Maka itu, anggota DPD yang mewakili provinsi Sulawesi Tenggara ini, dengan segala kewenangan yang dimilikinya, akan mengajukan usul kaji ulang rencana ini. "Atau perlu dilakukan simulasi sebelum melakukan pembangunan itu."
La Ode mengusulkan sebaiknya rencana pembangunan itu juga bukan harga mati. Pendirian kantor DPD di daerah bisa juga menggunakan bangunan gedung di daerah yang sudah eksis. Jadi, tidak perlu membangun gedung baru.
Ada kekhawatiran lain tersirat di benak mantan aktivis LSM ini yang mungkin tidak terpikirkan anggota DPD lainnya. "Bila kantor DPD di daerah itu nantinya mewah, bertingkat, dan lain-lain, sementara aktivitas di daerah terbatas, itu akan menuai kritik baru," kata dia.
La Ode menambahkan, “Jangan sampai proses itu justru menjadikan DPD terdemoralisasi, yang pada akhirnya merugikan DPD sendiri."
Ada kekhawatiran lain tersirat di benak mantan aktivis LSM ini yang mungkin tidak terpikirkan anggota DPD lainnya. "Bila kantor DPD di daerah itu nantinya mewah, bertingkat, dan lain-lain, sementara aktivitas di daerah terbatas, itu akan menuai kritik baru," kata dia.
La Ode menambahkan, “Jangan sampai proses itu justru menjadikan DPD terdemoralisasi, yang pada akhirnya merugikan DPD sendiri."
Rupanya di kalangan anggota DPD informasi rencana pembangunan tersebut juga tidak tersebar secara merata. Ketua Komite I DPD Farouk Muhammad misalnya Ia mengakui banyak anggota DPD yang belum paham konsep pembangunan kantor ini. "Tujuannya untuk apa, dan sebagainya."
***
Namun, menurut Ketua Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT) DPD Zulbahri M, usulan pembangunan gedung DPD di setiap daerah sudah sesuai dengan UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Atau yang akrab dikenal UU MD3. Amanat undang-undang menyebut, dua tahun setelah aturan itu diketok maka harus dilaksanakan. "Artinya, akhir 2011 DPD sudah mempunyai kantor di daerah," kata anggota DPD dari daerah pemilihan Kepulauan Riau ini.
Anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan gedung di seluruh ibu kota provinsi itu mencapai sekitar Rp30 miliar, per daerah. "Anggarannya juga bisa lebih misalnya untuk wilayah Indonesia Timur. Karena harga di sana lebih tinggi," kata Zulbahri.
Anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan gedung di seluruh ibu kota provinsi itu mencapai sekitar Rp30 miliar, per daerah. "Anggarannya juga bisa lebih misalnya untuk wilayah Indonesia Timur. Karena harga di sana lebih tinggi," kata Zulbahri.
Bahkan Zulbahri menilai alokasi Rp30 miliar itu belum terlampau besar. Alasannya, dana itu juga termasuk meliputi pembiayaan lahan, bangunan, peralatan, prasarana, serta pajak.
Hal senada disampaikan anggota PURT DPD, Dani Anwar, bahwa pembangunan itu merupakan amanat undang-undang. "Kalau tidak dilaksanakan nanti jadi salah."
Hal senada disampaikan anggota PURT DPD, Dani Anwar, bahwa pembangunan itu merupakan amanat undang-undang. "Kalau tidak dilaksanakan nanti jadi salah."
Kendati demikian, Dani Anwar membantah telah ada pembahasan angka atau nominal untuk pembangunan gedung itu. Pembahasan terakhir masih dalam taraf penyediaan lahan untuk gedung di daerah.
"Yang kini sedang dibahas adalah lahan hibah dari daerah untuk DPD."
"Yang kini sedang dibahas adalah lahan hibah dari daerah untuk DPD."
Sebab, lahan-lahan yang akan digunakan untuk pembangunan kantor DPD di daerah itu berasal dari lahan hibah pemerintah daerah. Dan saat ini, baru satu provinsi yang sudah menghibahkan tanahnya kepada Sekretariat Jenderal. "Baru dari Gubernur Bangka-Belitung," kata politisi yang pernah ikut ajang Calon Wakil Gubernur DKI ini.
Meski begitu, kini sudah ada 18 provinsi yang bersedia menghibahkan tanahnya kepada DPD untuk didirikan gedung baru. Tetapi, 18 provinsi itu meminta syarat tertulis. Yakni adanya surat edaran Menteri Dalam Negeri. Maka itu, pada 24 September mendatang, Dani Anwar dan jajaran DPD lainnya akan bertemu 18 pemerintah daerah membahas penyediaan lahan hibah untuk kantor senator di provinsi.
Meski begitu, kini sudah ada 18 provinsi yang bersedia menghibahkan tanahnya kepada DPD untuk didirikan gedung baru. Tetapi, 18 provinsi itu meminta syarat tertulis. Yakni adanya surat edaran Menteri Dalam Negeri. Maka itu, pada 24 September mendatang, Dani Anwar dan jajaran DPD lainnya akan bertemu 18 pemerintah daerah membahas penyediaan lahan hibah untuk kantor senator di provinsi.
Artikel Terkait: